Selasa, 10 Juni 2014

Cerpen " Yang Tersembunyi Di Pagi Hari "

Kepad embun : sebagai tepian daun, tak ada yang bisa kuperbuat 
selain menjaga dan memperhatikanmu jika kau ingin jatuh, jatuhlah perlahan.

Tepian Daun berkata :
Kau tahu aku mencintaimu, karena itu aku mengikhlasakanmu. 
Aku ingat aku begitu hangat waktu itu, entah karena demam atau hanya sedang cemburu. Mungkin juga patah hati. Aku juga tidak tahu mengapa aku layak untuk patah hati. Padahal aku dan matahari tidak pernah menjalin janji apa-apa. Hubungan kami pun sebatas dua benda yang saling  memberi kabar dari jauh. saling bertanya tentang manusia-manusia yang berlalu-lalang dan anjing peliharaan yang tiba-tiba hilang. K'ami sering berbicara, tentang apa saja . Aku berbicara tentang akar yang tiba-tiba hendak melihat permukaan dan pucuk yang diam-diam ingin hidup tenang didalam kuburan. Aku juga bercerita kepadanya tentang ranting kecil yang berharap buah besar tumbuh dari tubuhnya dan batang pokok yang ternyata mulai bosan menahan kami semua.
    
     Namun, dia, matahari yang membuatku jatuh cinta, tidak pernah berbuat apa-apa. Ia berkata, ia dilahirkan hanya untuk menyinari, itu saja, selebihnya aku tidak tau tentang dia. Tapi aku mencintainya , dan seseorang yang sedang jatuh cinta adalah peneliti yang mahir , bukan ?
     Maka semenjak aku tahu bahwa aku jatuh hati kepada matahari yang lahir hanya untuk menyinari, aku mencari tau tentangnya. Apa pun tentang dia, asal-usulnya, sanak familinya, kerabat-kerabatnya teman dan sahabatnya , musuhnya. Bahkan aku mencari tahu tentang sekolahnya, kampusnya, tempat kerjanya, tempat ia menghabiskan waktunya saat istirahat dan seterusnya. Sudah kubilang tadi, orang yang sedang jatuh cinta punya rasa penasaran yang bahkan bisa membunuh seekor harimau menggila.
    Tetatpi aku tidak menemukan apa-apa tentangnya. Tidak satu pu, selain apa yang sudah ia beritahukan kepadaku. Bahkan ia adalah matahari dan ia lahir hanya untuk menyinari .
    Lalu aku mulai curiga.
    Kau tahu apa yang ada di pikiranku, di pikiran setiap orang, ketika pagi berganti siang, siang berganti memjadi sore, sore berubah menjadi petang, petang menjelma menjadi malam, dan matahari kemudian menghilang ? Ya, betul. Kemana lantas ia pergi ? . Aku tidak pernah tahu ini dan aku penasaran setengah mati.
    Sejak saat itu aku mengenal bulan. Ia mirip matahari namun tidak seterang matahari. Tentu saja, tidak ada yang dapat mengalahkan sinar matahari oyang membuatku jatuh cinta. Tidak ada yang bisa menyainginya, meski seluruh cahaya dari alam lain berkumpul dan bersatu untuk menundukkan ia. Aku tidak bisa menemukan matahari ku di mana pun, sebab aku hanya tepian daun. Aku hanya bisa menunggu dia setiap pagi , menanti lembut sinarnya yang merayap disekujur tubuhku. Ia tidak pernah gagal membuatku merasa nyaman dan selalu hadir untuk menjadi teman.
    Oh ya, tema. Begitu pada akhirnya ia berkata kepadaku. "Aku hanya menganggapmu sebagai teman," salah satu dari beratus-ratus miliar sulur cahayanya berbisik di telingaku. "Maaf aku tidak pernah memberitahumu selama ini, tetapi aku jatuh cinta kepada bulan." 
     Sejak saat itu, cahayanya, cahaya matahari yang sempat membuatku jatuh cinta, tidak lagi terasa sama. Tidak pernah terasa sama. Aku tidak menyukai bulan. Sebab saat ia ada, matahariku tidak ada. Kemudian pada suatu pagi yang lain, saat aku tidak lagi menunggu matahari dan berharap tidak pernah lagi ada pagi--kau hadir. Kau datang ketika aku begitu hangat. Entah karena aku demam atau aku sedang cemburu. Namun kau seolah memahamiku.  Kau yang dingin membuatku sejuk. Membuatku berhenti merajuk. Membuatku merasa beruntung terlahir menjadi daun yang hanya bisa merasakan tenang mendengar suaramu menyebut nama, "Selamat Pagi, Aku Embun".
      Tetapi, ketika aku merasa pada akhirnya mampu jatuh cinta lagi, kau tiba-tiba saja pergi.


milana.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar